image

Bis yang akan membawa kami baru saja keluar dari dalam pabrik Semen Indonesia saat saya melihat seorang ibu dengan anaknya yang sama-sama berjalan tanpa alas kaki itu.

Sang ibu yang menggendong bakul nasi di pundaknya ditambah dengan menenteng tas di tangan kanan, tak pernah sedetikpun melepas genggaman tangan kirinya pada sang anak yang kira-kira masih kelas 1 SD.

Mereka berdua tampak takzim berjalan berdua menjauhi ladang jagung di dekat pabrik. Ya, lahan di sekitar pabrik yang sudah tidak digunakan sebagai tambang batu kapur memang dimanfaatkan warga sekitar untuk berkebun. Hari sudah senja dan mereka pasti hendak kembali ke rumah.

Sayang bis kami terus melaju menuju lokasi reklamasi tambang sehingga tak mungkin turun di tengah jalan dan menyapa sang ibu.

Tapi lagi dan lagi saya belajar, pabrik sebesar dan sekokoh Semen Indoneaia, dengan bangunan-bangnan raksasa serta kapasitas produksi puluhan ribu ton itu ternyata juga memiliki sisi humanis yang luar biasa.

Melihat sang ibu dan anaknya berjalan santai tanpa alas kaki, beberapa kali disalip oleh truk pengangkut batu kapur dan juga rombongan peserta Wisata Green Industry, membuat saya sadar bahwa pabrik Semen Indonesia tak se-‘angker’ dan se-‘angkuh’ yang dibayangkan banyak orang.

Menilai sebuah buku dari sampulnya memang akan terasa lebih mudah daripada meluangkan waktu untuk membaca isinya hingga usai. Sama halnya dengan menilai PT Semen Indonesia dari media tanpa melihat langsung ada apa sebenarnya disana.

Sepotong Kenangan dari Wisata Green Industry Semen Indonesia Batch 3.
(*)