Anda  yang belum pernah bertemu atau berbincang dengan mbah Hardjo Kardi (sesepuh masyarakat Samin di Margomulyo-Bojonegoro) mungkin membayangkan jika bertemu beliau maka hal pertama yang akan disampaikan adalah tentang sejarah Samin, tentang banyak sekali foto tokoh penting yang terpajang di kediaman beliau atau setidaknya konfirmasi terhadap cerita simpang siur yang banyak beredar di masyarakat tentang Samin itu sendiri.

wp-1477441990248.jpeg

Tapi maaf, Anda keliru. Salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan mbah Hardjo ketika memulai diskusi dengan siapapun justru adalah …  “Apakah Anda hafal pancasila?”

Setidaknya itulah yang saya ingat setiap kali menemani sahabat, awak media ataupun mahasiswa dan peneliti yang hendak mencari tahu tentang masyarakat Samin. Pertanyaan yang membuat siapapun lawan bicara mbah Kung, begitu saya biasa memanggil beliau, agak mengernyitkan dahi setengah tak percaya.

Kenapa justru tentang Pancasila? Lagipula, seberapa concern masyarakat Samin pada pancasila? bukankah Samin tak lebih dari masyarakat adat yang menjaga nilai-nilai kehidupan yang diajarkan oleh Samin Surosentiko?

Mungkin itu yang ada di benak semua orang yang berdiskusi dengan mbah Hardjo untuk pertama kalinya. Apalagi membayangkan seorang kakek berusia 82 tahun akan berdiskusi tentang Pancasila, how come?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita semua harus merunut asal mula pergerakan Samin. Sebuah gerakan perlawanan pada penjajah dengan cara damai, tanpa sedikitpun kekerasan. Alih-alih mengangkat senjata, masyarakat Samin justru melawan dengan cara menolak segala bentuk pungutan dan kebijakan penjajah.

wp-1477440091959.jpeg

Pergerakan ini semakin kuat manakala berbagai prinsip hidup yang diajarkan oleh Samin Surosentiko benar-benar dijalankan sebagai pedoman tingkah laku seluruh pengikut Samin. Semua nilai tersebut seperti kejujuran, kesederhanaan, tidak iri dengki, dan sebagainya terus dipegang hingga kini oleh anak cucu masyarakat Samin.

Hal yang sama berlaku untuk Pancasila yang saya ceritakan diawal. Masyarakat Samin, sebagai salah satu kelompok yang ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, meletakkan Pancasila sebagai salah satu hal paling penting dalam tatanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Makanya saya kadang heran kenapa masih ada yang mengira atau bahkan menulis dan menyebarkan cerita bahwa yang namanya masyarakat Samin adalah para pemberontak dan pembangkang kebijakan pemerintah. Hanya ada satu kemungkinan jika masih ada yang mempercayai atau menyebarkan cerita seperti itu; yang bersangkutan malas mencari tahu.

wp-1477439961306.jpeg
masyarakat Samin tinggal di dusun Jepang, desa Margomulyo yang merupakan kecamatan terluar di kabupaten Bojonegoro

Jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Samin menaruh optimisme luar biasa besar bahwa penjajah kelak akan hengkang dari negeri kita, dan Indonesia akan dipimpin oleh pribumi. Salah satu wasiat Samin Surosentiko adalah jika masa itu datang, orang Samin harus taat kepada pemerintah yang sah dan menjadi warga negara yang mendukung kebijakan pemerintah, tidak membangkang lagi.

Adalah di masa-masa awal kemerdekaan Indonesia ketika masyarakat Samin yang saat itu BELUM tahu jika Indonesia sudah merdeka, mereka masih menolak membayar pajak pada pemerintah. Maka karena tidak mau begitu saja percaya atas kemerdekaan Indonesia, salah satu sesepuh Samin kala itu, Surokarto Kamidin, datang sendiri ke ibukota menemui Ir. Soekarno dan memastikan kebenaran berita tentang kemerdekaan Indonesia.

13277780_128972

Setelah benar-benar yakin karena mengetahui langsung dari Bung Karno, sejak saat itu hingga kini, masyarakat Samin tak pernah sedikitpun membangkang dari aturan yang dibuat pemerintah. Mereka sangat menghormati kemerdekaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia.

**

Pancasila itu ada berapa menurut Anda?” , begitu biasanya pertanyaan lanjutan mbah Hardjo setelah pertanyaan pertama tadi terjawab , membuat lawan bicara semakin bingung.

Bukankah Panca itu artinya lima? Dan sila-sila dalam Pancasila yang kita hafal itu memang hanya lima?

Tenang. Selow. Jangan buru-buru mengira mbah Hardjo mau ngerjain atau nggak percaya Anda hafal pancasila. Pertanyaan tadi adalah pembuka untuk inti cerita ini.

Jadi, masyarakat Samin melihat Pancasila sebagai pedoman kehidupan sehari-hari, mengakar kuat menjadi dasar tatanan bermasyarakat. Maka jangan heran jika masyarakat Samin bisa ‘menerjemahkan’ pancasila tidak hanya sebagai 5 dasar negara melainkan banyak hal yang berhubungan erat dengan pedoman perilaku kehidupan manusia.

Bagi masyarakat Samin, Pancasila hanyalah ‘wadah’ sementara isinya mencakup 12 dasar berperilaku.

Pertama, manusia harus menyadari 4 ‘warna’ kehidupan yang keempatnya memiliki arti masing-masing. Putih, merah, kuning, hitam. Putih merupakan dasar sementara merah melambangkan angkara murka. Ketika angkara murka mendominasi, maka dasar (hati) harus menjadi penyeimbangnya agar tidak bertindak buruk. Begitu pula kuning yang menggambarkan tingkah laku dan hitam yang berarti kesenangan. Keduanya harus saling seimbang, melengkapi.

Keempatnya harus disempurnakan dengan Pangganda (Bau), Pangrasa (Rasa), Pangrungon (Mendengar) dan Pangawas (Melihat) yang dapat dijabarkan lagi ke dalam 4 pemahaman; bagaimana membedakan ganda (bau) yang baik dan jelek sehingga jika tahu sesuatu jangan asal tahu namun harus paham hakikat kepemilikan. Begitu pula bagaimana rasa yang baik dan tidak baik, bagaimana manusia mendengarkan yang baik serta tidak baik serta melihat yang baik dan tidak. Semuanya harus diterapkan dan dijalankan dengan penuh kesadaran serta kejujuran pada diri, kepekaan untuk menilai sesuatu baik atau buruk.

wp-1469529473742.jpeg

Sudah seharusnya manusia memiliki kesadaran utuh akan perannya sebagai makhluk yang ‘tidak sekedar hidup’ dalam arti bisa mendudukkan pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari dan memahami 12 nilai tadi sebagai sebuah keharusan.

Banyak yang mengira masyarakat Samin hanyalah sekelompok masyarakat adat yang menjalankan berbagai ajaran Samin Surosentiko, padahal sesungguhnya justru dari masyarakat inilah kita bisa melihat praktik Pancasila dalam ranah paling nyata; pedoman kehidupan sehari-hari. Sebuah oase sejuk diantara riuh persiapan Festival HAM 2016 dimana kabupaten kami, Bojonegoro, menjadi tuan rumah.

Ini selangkah lebih maju daripada mereka (atau kita?) yang masih melihat Pancasila sebagai lima kalimat hafalan, atau sebuah mata acara dalam Upacara Bendera.

Ketika kita masih sibuk mengkaji pancasila, mengartikan butir demi butir dan mencoba menelaah bagaimana caranya manjadi manusia pancasila, masyarakat Samin dengan segenap kesederhanaannya telah berhasil menjaga pancasila dengan menjalankan 12 rumusan pedoman kehidupan yang tak lain merupakan penjabaran Pancasila oleh masyarakat Samin itu sendiri.

Maka pertanyaannya, seberapa Pancasila-kah kita jika dibandingkan dengan masyarakat Samin yang justru masih sering dicap sebagai masyarakat pembangkang, pemberontak dan tidak mengikuti perkembangan jaman itu?!